AL QUR’AN DAN KEADILAN
1.
Pendahuluan
Al Quran merupakan rangkaian
petunjuk bagi umat Islam dalam menuju kehidupan yang bahagia dan sejahtera di
dunia maupun di akhirat. Al Quran tidak hanya mengajarkan tentang ibadah baik
hubungan seorang manusia dengan Tuhannya dan dengan manusia lainnya, tapi juga
mengajarkan nilai-nilai kebenaran universal. Di sinilah salah satu letak
kesempurnaan Al Quran. Ajarannya meliputi semua nilai-nilai kebenaran
universal. Petunjuk-petunjuk tersebutlah yang kemudian dikembangkan dan diikuti
oleh umat muslimin dalam menuju kesempurnaan. Salah satu nilai universal yang
tercakup dalam Al Quran adalah nilai-nilai keadilan. Makalah ini akan
menguraikan tentang keadilan dalam Al Quran. [1]
Menegakkan keadilan bukanlah hal
yang mudah, karena keadilan menyangkut semua aspek kehidupan manusia. Oleh
karena itu dalam makalah ini akan disampaikan konsep-konsep keadilan
berdasarkan Al-Qur’an, sehingga kita dapat mengetahui bagaimana Al-Qur’an
sangat menjunjung tinggi akan keadilan.
2.
Pembahasan
a.
Defenisi Keadilan Dalam Alquran
Keadilan adalah
kata jadian dari kata "adil" yang terambil dari bahasa
Arab " 'adl ". Kamus-kamus bahasa Arab menginformasikan bahwa
kata ini pada mulanya berarti "sama". Persamaan tersebut
sering dikaitkan dengan hal-hal
yang bersifat imaterial. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata
"adil" diartikan: (1) tidak berat sebelah/tidak memihak,
(2) berpihak kepada kebenaran,
dan (3) sepatutnya/tidak sewenang-wenang.[2]
Keadilan adalah pengakuan dan
perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika kita mengakui hak hidup
kita, maka sebaliknya kita wajib mempertahankan hak hidup tersebut dengan
bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Sebab orang lain pun mempunyai hak
hidup seperti itu. Jika kita mengakui hak hidup orang lain, kita wajib
memberikan kesempatan kepada orang lain itu untuk mempertahankan hak hidupnya,
sebagaimana kita mempertahankan hak hidup kita sendiri. Jadi keadilan pada
pokoknya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak dan
menjalankan kewajiban. Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak
hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban. Jika kita menuntut hak dan
lupa menjalankan kewajiban maka sikap dan tindakan kita akan mengarah kepada
pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya jika kita hanya menjalankan
kewajiban dan lupa menuntut hak maka kita akan mudah diperbudak atau diperas
orang lain.
Kata ‘adl di dalam al-Quran memiliki
aspek dan objek yang beragam, begitu pula pelakunya. Keragaman tersebut
mengakibatkan keragaman makna ‘adl (keadilan). Menurut penelitian M. Quraish
Shihab, paling tidak ada empat makna keadilan, yaitu :
Ø ‘adl dalam
arti “sama”.
Al-Qur`an menggunakan term (al-`Adl) dan (al-Qisht) untuk pengertian keadilan. Dilihat dari akar katanya, term al-`Adl
terdiri dari huruf `ain, dal dan lam. Maksud yang
terkandung didalamnya ada dua macam, yaitu lurus dan bengkok. Makna ini
bertolak belakang antara satu dan lainnya. Intinya ialah persamaan atau
al-musawah.[3]
....... #sÎ)ur
OçFôJs3ym
tû÷üt/
Ĩ$¨Z9$#
br&
(#qßJä3øtrB
ÉAôyèø9$$Î/
4 ...... الاية
“dan (menyuruh kamu apabila
menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.”
Ø ‘adl dalam
arti “seimbang”.
Pengertian ini ditemukan di dalam S. al-Ma’idah (5):
95 dan S. al-Infithar (82): 7. Pada ayat yang disebutkan terakhir, misalnya
dinyatakan,
Ï%©!$# y7s)n=yz y71§q|¡sù y7s9yyèsù ÇÐÈ
“[Allah] Yang
telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan [susunan
tubuh]-mu seimbang)”.
M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa keseimbangan
ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang
menuju satu tujuan tertentu, selama syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh
setiap bagian. Dengan terhimpunnya syarat yang ditetapkan, kelompok itu dapat
bertahan dan berjalan memenuhi tujuan kehadirannya. Jadi, seandainya ada salah
satu anggota tubuh manusia berlebih atau berkurang dari kadar atau syarat yang
seharusnya, maka pasti tidak akan terjadi keseimbangan (keadilan). keadilan di
dalam pengertian ‘keseimbangan’ ini menimbulkan keyakinan bahwa Allahlah Yang
Mahabijaksana dan Maha Mengetahui menciptakan serta mengelola segala sesuatu
dengan ukuran, kadar, dan waktu tertentu guna mencapai tujuan. Keyakinan ini
nantinya mengantarkan kepada pengertian ‘keadilan Ilahi’.
Ø ‘adl dalam
arti “perhatian terhadap hak individu dan memberikan hak itu kepada setiap
pemiliknya”.
Pengertian inilah yang didefinisikan dengan
“menempatkan sesuatu pada tempatnya” atau “memberi pihak lain haknya melalui
jalan yang terdekat”. Lawannya adalah kezaliman, yakni pelanggaran terhadap hak
pihak lain. Pengertian ini disebutkan di dalam S. al-An‘am (6): 152,
وَاِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوْا
وَلَوْكَانَ ذَاقُرْبَى
“Dan apabila
kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah
kerabat[mu]).“
Pengertian
‘adl seperti ini melahirkan keadilan sosial.
Ø ‘adl dalam
arti yang dinisbahkan kepada Allah.
‘Adl di sini
berarti memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah
kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat saat terdapat banyak kemungkinan
untuk itu. Jadi, keadilan Allah pada dasarnya merupakan rahmat dan
kebaikan-Nya. keadilan Allah mengandung konsekuensi bahwa rahmat Allah swt.
tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu dapat meraihnya. Allah
memiliki hak atas semua yang ada, sedangkan semua yang ada tidak memiliki
sesuatu di sisi-Nya. Di dalam pengertian inilah harus dipahami kandungan S. Ali
‘Imran (3): 18, yang menunjukkan Allah swt. sebagai Qaiman bil-qisthi (قَائِمًا
بِالْقِسْط =Yang menegakkan keadilan).
b.
Penafsiran Sayyid Quthb atas
Ayat-ayat Keadilan
Ada sejumlah ayat al-Qur`an yang berkaitan dengan
keadilan dan relevan dengan tema pembahasan, diantaranya adalah:
1. Al-Qur`an secara tegas telah memberikan tuntunan agar
berlaku adil kepada semua manusia. Hal ini ditegaskan Allah dalam surah al-Nisa
ayat 58:
* ¨bÎ)
©!$#
öNä.ããBù't
br&
(#rxsè?
ÏM»uZ»tBF{$#
#n<Î)
$ygÎ=÷dr&
#sÎ)ur
OçFôJs3ym
tû÷üt/
Ĩ$¨Z9$#
br&
(#qßJä3øtrB
ÉAôyèø9$$Î/
4 ¨bÎ)
©!$#
$KÏèÏR
/ä3ÝàÏèt
ÿ¾ÏmÎ/
3 ¨bÎ)
©!$#
tb%x.
$JèÏÿx
#ZÅÁt/
ÇÎÑÈ
“Sesungguhnya Allah telah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu apabila menetapkan hukum
diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-sebaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat”
Sayyid Quthb menafsirkan ayat di
atas bahwa keadilan itu bersifat mutlak yang berarti meliputi keadilan yang
menyeluruh diantara semua manusia, bukan keadilan diantara sesama kaum muslimin
dan terhadap ahli kitab saja. Keadilan merupakan hak setiap manusia mukmin
ataupun kafir, teman ataupun lawan, orang berkulit putih ataupun berkulit hitam
orang arab ataupun orang ajam (non arab).[4] Dalam
menafsirkan ayat di atas, nampak sekali pembelaan Sayyid Quthb terhadap Islam,
hal ini bisa dilihat ketika dia mengatakan bahwa memutuskan hukum dengan adil itu
sama sekali belum pernah dikenal oleh manusia kecuali hanya di masa
kepemimpinan Islam saja.[5]
2. Al-Qur`an memberikan tuntunan agar ketika menegakkan
keadilan tidak menggunakan hawa nafsu. Ada beberapa ayat yang menegaskan agar
tidak cenderung kepada hawa nafsu, kebencian atau penghormatan ketika
memutuskan perkara. Salah satu ayat tersebut adalah Firman Allah SWT:
* $pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ uä!#ypkà ¬! öqs9ur #n?tã öNä3Å¡àÿRr& Írr& ÈûøïyÏ9ºuqø9$# tûüÎ/tø%F{$#ur 4 bÎ) ïÆä3t $ÏYxî ÷rr& #ZÉ)sù ª!$$sù 4n<÷rr& $yJÍkÍ5 ( xsù (#qãèÎ7Fs? #uqolù;$# br& (#qä9Ï÷ès? 4 bÎ)ur (#ÿ¼âqù=s? ÷rr& (#qàÊÌ÷èè? ¨bÎ*sù ©!$# tb%x. $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? #ZÎ6yz ÇÊÌÎÈ
“ Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin,
maka Allah lebih tahu kemashlahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan
(kata-kata) atau enggan menjadi saksi maka sesungguhnya Allah adalah Maha
mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Nisa : 135).
Menurut
Sayyid Quthb ayat di atas merupakan amanat untuk menegakkan keadilan yang
sebenarnya pada semua tempat dan keadaan dan semua manusia baik mukmin ataupun
kafir, teman atau musuh, kaya ataupun miskin menurut pandangan Allah memiliki
hak yang sama untuk mendapatkan keadilan. Dan menegakkan keadilan itu tidak
karena kebaikan seseorang, golongan atau kelompok dan berusaha untuk melepaskan
dari semua kecenderungan, hawa nafsu, kemashlahatan dan penghormatan tetapi
semata-mata karena Allah.[6]
3. Menegakkan keadilan itu
semata-mata karena ketaqwaan kepada Allah. Hal ini dijelaskan Allah dalam surah
al-Maidah ayat 8;
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. úüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( wur öNà6¨ZtBÌôft ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã wr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 cÎ) ©!$# 7Î6yz $yJÎ/ cqè=yJ÷ès? ÇÑÈ
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih
dekat kepada taqw. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Sayyid Quthb memberikan penafsiran pada ayat ini bahwa
berbuat adil itu harus yang mutlak tidak karena cenderung kasih sayang atau
kebencian pada seseorang juga tidak karena kerabat, kemashlahatan atau hawa
nafsu.[7]
Keadilan itu muncul hanya karena ketaqwaan kepada Allah SWT.[8][9]
4. Para
Rasul membawa risah keadilan untuk manusia. Sebagaimana firman Allah SWT;
ôs)s9 $uZù=yör& $oYn=ßâ ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ $uZø9tRr&ur ÞOßgyètB |=»tGÅ3ø9$# c#uÏJø9$#ur tPqà)uÏ9 â¨$¨Y9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( $uZø9tRr&ur yÏptø:$# ÏmÏù Ó¨ù't/ ÓÏx© ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨Z=Ï9 zNn=÷èuÏ9ur ª!$# `tB ¼çnçÝÇZt ¼ã&s#ßâur Í=øtóø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# ;Èqs% ÖÌtã ÇËÎÈ
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami
dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka
al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.....”
(QS. al-Hadid : 25).
Setiap rasul itu datang untuk menetapkan keadilan di
muka bumi untuk memperbaiki perbuatan-perbuatan dan rasa aman dari hawa nafsu.
Maka mizan (keadilan) itu menjadi pegangan yang tetap bagi manusia,
karena mereka menemukan di dalamnya sesuatu yang haq (kebenaran).[10]
Dari beberapa penafsiran Sayyid Quthb di atas dapat
diambil kesimpulan sementara bahwa keadilan itu halus sebagaimana timbangan
yang lurus, keseimbangan hak-hak manusia dan kebebasan. Dalam hal ini Sayyid
Quthb mengidentifikasikan kepada Islam sebagai ajaran, karena dalam setiap
pembahasannya tentang keadilan selalu merujuk pada al-Qur`an dan tidak bebas
nilai. Sebagaimana yang dia katakan bahwa Islam datang dengan keadilan yang
menanggung setiap pribadi dan kelompok yang merupakan undang-undang mutlak
untuk dilaksanakan, tidak cenderung kepada hawa nafsu, tidak mengutamakan cinta
kasih dan kebencian, tidak pula membedakan kaya, miskin, kuat dan lemah dalam
menegakkannya.
Jadi apa yang dimaksud Sayyid Quthb tentang keadilan
merupakan suatu yang agung, keadilan yang tidak dipengaruhi oleh ruang dan
waktu, nafsu dan kecenderungan-kecenderungan lain. Keadilan yang menuntut
perlakuan sama terhadap semua manusia tanpa terkecuali.
Adapun tujuan penegakkan keadilan menurut Sayyid Quthb
adalah untuk memberi rasa aman dari kekacauan hawa nafsu dan berbenturannya
kemashlahatan dan kemadharata. Dan
yang paling penting adalah bertujuan untuk menuju ketaqwaan dan keridhaan Allah
SWT. Sedangkan yang berhak untuk
mendapatkan keadilan menurut penafsiran Sayyid Quthb adalah semua manusia
berdasarkan manhaj rabbani baik yang mukmin maupun non mukmin, teman
atau lawan kaya atau miskin, arab atau `ajam. Dan yang perlu
diperhatikan lanjut Sayyid adalah menegakkan keadilan itu berdasarkan syari`at
Allah, karena jika menegakkan keadilan itu tidak berdasarkan syari`at Allah,
maka hal itu tidak berlangsung lama dalam kehidupan manusia dan hal itu merupakan
kekacauan yang dihembuskan oleh orang-orang jahiliyah dan berdasarkan
hawa nafsu.[11]
3.
Penutup
Kata ‘adl
(عَدْل) dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 28 kali di dalam al-Quran.
Kata ‘adl sendiri disebutkan 13 kali, Kata ‘adl di dalam al-Quran memiliki
aspek dan objek yang beragam, begitu pula pelakunya. Keragaman tersebut
mengakibatkan keragaman makna ‘adl (keadilan). Kata adil dalam Alquran
mempunyai arti yang beragam dan mencakup pengertian dan bidang yang berbeda.
Beberapa makna keadilan dalam Alquran adalah persamaan dalam hak, mencakup
sikap dan perlakuan hakim pada saat proses pengambilan keputusan, berada di
pertengahan dan mempersamakan, seimbang, perhatian terhadap hak individu dan
memberikan hak itu kepada setiap pemiliknya
[1]
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/02/keadilan-dalam-alquran.html
[2]
http://ade-nophiette.blogspot.com/2012/06/makalah-keadilan-distribusi-dalam-islam.html#.UF5OxXrD3Dc
[3] Abi al-Husain Ahmad Ibn Faris Ibn Zakariyya,
(Selanjutnya disebut Ibn Faris) Mu`jam Maqayis al-Lughah, Juz V, t.tp :
Dar al-Fikr, 1979, hal. 246.
[4]
Sayyid Quthb, Fi Zhilal al-Qur`an, Jilid II, Kairo : Dar al-Syuruq, Cet.
XVII, 1412 H/1992 M, hal. 690.
[5]
Ibid, hal. 776.
[6]
Ibid, hal. 776.
[7]Berkaitan
dengan keadilan ini, Rasulullah menjelaskan dalam hadisnya; Wahai sekalian
manusia, sesungguhnya orang-orang yang sebelum kamu telah sesat disebabkan
mereka itu melaksanakan hukum atas orang-orang yang hina dan memaafkan
orang-orang yang terhormat. Aku bersumpah, demi Allah, sekiranya Fatimah puteri
Rasulullah mencuri sesuatu, niscaya kupotong tangannya. Lihat Abu Abdullah
Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz IV, Bandung : Maktabah
Dahlan, t.t., h. 2856.
[8]
Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tinggalkan komentar anda!